TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Angkutan Darat (Organda) mencatat jumlah mikrolet yang terintegrasi dengan layanan bus Transjakarta baru tujuh persen. Jumlah tersebut dinilai masih terlalu kecil.
"Dari total 12 ribu unit, baru sebanyak 800 mikrolet yang teritegrasi, kalau kita berbicara upaya menekan kemacetan, tentu angka ini cukup kecil," kata Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan di Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Baca: Berikut 8 Rute Angkot Jak Lingko Tanah Abang
Shafruhan mengatakan integrasi yang baik antar angkutan darat menjadi syarat penting guna menarik minat masyarakat agar mau beralih menggunakan transportasi umum. Karena hal tersebut bisa mempermudah masyarakat bermobilisasi.
Menurut Shafruhan, transportasi yang ada di DKI Jakarta ini sebenarnya sudah cukup lengkap, mulai dari mikrolet, bus Transjakarta, kereta rel listrik (KRL), sampai moda raya terpadu (MRT). "Bahkan tak lama lagi kereta api ringan atau LRT juga akan ikut bergabung dalam jajaran moda transportasi publik DKI," kata dia.
Baca: Organda DKI Protes Penghapusan Rute Angkot dan Bus, Reaksi Anies?
Sayangnya, kata Shafruhan, integrasi dari setiap jenis transportasi publik yang telah tersedia itu masih belum optimal. Menurut dia, idealnya, mikrolet dirotasi jalur trayeknya menjadi angkutan pengumpul yang masuk ke lingkungan pemukiman warga dengan tujuan akhir di koridor-koridor Transjakarta.
"Transjakarta juga terhubung dengan MRT dan KRL. Jadi kalau dari depan rumah sudah tersedia transportasi publik yang terintegrasi, maka ini akan menarik minat warga untuk beralih," kata Shafruhan.